Solusi Mengatasi Riya’

Solusi Mengatasi Riya’

Anda telah mengetahui, wahai Muslim, bahwa riya’ akan melebur amal perbuatan baik dan menjadi sebab kemurkaan Allah. Riya’ adalah salah satu hal yang merusak. Inilah karakteristik dan keinginannya. Maka bersegeralah untuk bersungguh sungguh menghilangkannya.

Solusi bagi riya’terdiri dari ilmu dan amal. Rasanya pahit, tetapi hasilnya lebih manis dari sahid.

Pada bagian berikut ini kami akan menjelaskannya.

1. Mengetahui bermacam macam Tauhid tentang Keagungan Allah S.W.T

Mengetahui Allah dengan segala nama dan sifatNya akan membersihkan hati dari kelemahan. Apabila seorang hamba mengetahui bahwa yang mampu memberi kemanfaatan dan kemudlaratan adalah Allah semata mata, kapan pun Dia menginginkan, maka rasa kekhawatiran kepada manusia akan hilang dari hatinya ketika syetan menghiasi ibadahnya di depan manusia, karena khawatir akan celaan manusia dan mengharapkan sanjungan mereka.

Demikian pula, ketika seorang hamba mengetahui bahwa Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat, maka dia akan mengetahui fitnahan mata dan apa yang tersembunyi di dalam dada, maka keinginan untuk mendekat karena manusia akan hilang dan ia akan taat kepada Allah seolah olah dia melihatNya. Kalaupun dia merasa tidak bias melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihatnya.

Wahai hamba Allah, cukuplah bagi kamu menghadirkan Allah pada dirimu. Dialah Dzat yang mengatakan,

“Bukankah Allah cukup untuk melindungi hamba hambaNya dan mereka menakutimu dengan (sembahan sembahan) yang selain Allah? Dan siapa yang disesatkan Allah, maka tak seorang pun dapat memberinya petunjuk.”

Ketika seorang hamba mengetahui bahwa Allah Maha Agung dan Maha Kuasa, maka hatinya akan mengagungkan Nya, dan tersibukkan untuk menyintaiNya.

Demikian pula hijab riya’ akan tersingkap dengan jelas di hadapan tauhid, kemanisan iman, dan keterlenaan dalam kecintaan kepada Allah sehingga akan memenuhi hati seorang hamba dan semakin memperkokoh pilar keimanannya.

2. Mengetahui Balasan Kenikmatan dan Kenikmatan yang Dijanjikan Allah S.W.T di Akhirat

Allah S.W.T berfirman,

“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (Al Kahfi :110)

Allah S.W.T menyebut secara bersamaan antara pertolongan dalam amal shalih dengan harapan pertemuan dengan Allah S.W.T. Maka diantara yang terkandung dalam ma’rifat (pengetahuan) terhadap pertemuan ini adalah ma’rifat tentang adanya kenikmatan dan siksaan, antara kebahagiaan dan kesengsaraan.

Derajat ini adalah bahwa jika seorang hamba dapat menghadirkan surga dan kenikmatannya yang telah dijanjikan oleh Allah kepada orang orang yang bertakwa, maka kenikmatan yang akan di dapatkan ini akan merendahkan keinginan yang muncul dari pujian dan sanjungan manusia. Apabila ia merasakan kepedihan dan kecelakaan yang diancamkan Allah kepada orang orang yang riya’ maka pasti dia akan lari menuju Allah sebagai orang yang kembali. Semoga saja ia akan termasuk orang yang selamat dan tidak khawatir terhadap celaan dan penghinaan yang datangnya dari manusia.

3. Takut Terhadap Riya’

Barangsiapa yang takut terhadap suatu perkara dan selalu khawatir akan terjadinya perkara itu maka dia akan selamat. Oleh karenanya jika seseorang ingin menghilangkan keinginannya untuk mendapatkan pujian dan sanjungan maka hendaknya ia mengingat sendiri akan bahaya riya’, dan mengemukakan bahayanya. Maka keinginan itu akan membantunya terlepas dari belenggu bahaya. Karena mengetahui adanya sanjungan manusia berpengaruh kepada syahwat dan mengetahui bahaya riya’ akan berpengaruh pada ketidaksukaan.

4. Menghindari Celaan Allah

Orang menduga bahwa riya’ dapat menghindari diri dari celaan manusia, akan tetapi orang berakal mengetahui bahwa menghindar dari celaan Allah itu lebih utama. Wahai orang yang mengikuti hawa nafsunya, andaikata engkau betul ingin menghindar dari celaan, maka larilah kamu dari celaan Allah dengan mendekat kepadaNya. Ketahuilah bahwa Allah akan menjagamu dari celaan manusia, akan tetapi sebaliknya manusia tidak akan mampu sedikitpun melindungimu dari Allah.

Allah S.W.T berfirman :

“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya Kami dapat kembali (ke dunia), pasti Kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami.” Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka.” (Al Baqarah : 166 – 167).
Apakah yang kamu takuti itu kemarahan manusia? Padahal Allah lebih berhak untuk ditakuti jika kamu orang yang bernar.

5. Mengetahui Hal-Hal Yang Dihindari Oleh Syetan.

Syetan adalah musuh bagi manusia. Syetan merupakan sumber riya’ dan malapetaka yang dating kepada manusia dalam setiap keadaan manusia. Syetan mengirimkan bala tentaranya untuk menghancurkan benteng ketahanan manusia. Syetan juga mendatangkan pasukan berkuda dan pasukan berjalan kakinya untuk menyampaikan janji janjinya. Yang dijanjikan syetan itu hanyalah tipu daya, dan ia menghiasi setiap hal hal yang mungkar.

Inilah hakikat yang mesti dipahami oleh seorang Muslim agar dirinya selamat dari riya’. Hal itu dilakukan dengan menjaga diri dari hal hal yang dapat di paksa oleh syetan sehingga syetan dapat menguasai dirinya.

Syetan akan menjauh bila kita melakukan beberapa hal, antara lain dengan mengingat Allah, membaca Al Qur’an, memohon pertolongan padaNya, menyebut namaNya ketika keluar rumah, mengumandangkan Adzan, Membaca istirja’ (innalillahi wa inna ilaihi raji’un) ketika mendapat musibah, ketika membaca dua ayat ta’awudz, ketika sujud tilawah, dan lain lain (penjelasan rinci mengenai hal ini dengan menjelaskan argumentasi dari Al Qur’an dan Sunnah lihat artikel saya, “Maqami Al Syetan”, penerbit Al-Jauzi.)

6. Menyembunyikan Amal Kebaikan

Orang yang ikhlas akan selalu khawatir dengan riya’. Oleh karenanya mereka berusaha untuk memperdaya agar penglihatan manusia berpaling darinya ketika melakukan perbuatan baiknya. Orang orang yang ikhlas memiliki kekhawatiran yang besar untuk menjaga keburukan yang datang dari manusia. Itu semua dilakukan dengan harapan agar amal perbuatannya dilakukan dengan ikhlas. Agar pada Hari Kiamat nanti Allah membalas keikhlasan mereka.

Ahlu Al Khair tidak bertujuan mencari popularitas. Tidak memperlihatkan sesuatu karenanya dan juga tidak karena sebab sebab popularitas. Apabila di hadapan Allah ia terjatuh karena mendapatkan popularitas maka ia lebih memilih menghindari popularitas itu. Dia lebih terpengaruh oleh tidak adanya publikasi, karena publikasi mengakibatkan sikap ghurur (terpedaya) yang gilirannya memupuk keinginan untuk pamer.

Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad bin Abi Waqash yang berkata,”Said bin Abi Waqash sedang berada dekat onta dan barang rampasannya, kemudian anaknya, Umar, mendatanginya. Ketika Umar melihatnya, lalu berkata,”Aku berlindung kepada Allah dari kejelekan laki-laki yang sedang di atas onta ini.” Ketika ia telah sampai padanya, ia berkata,”Wahai Bapakku ! Aku rela engkau menjadi orang Arab dengan onta dan barang rampasanmu. Orang orang di Madinah saling menghindarinya.” Amir bin Sa’ad berkata,”Maka Sa’id lalu memukul dada Umar dengan tangannya dan berkata,”Diamlah wahai Anakku! Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah S.A.W pernah bersabda,

”Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai hamba yang suci dan suka menyembunyikan amal.” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim 18/100-Nawawi, Imam Al Baghawi dalam Syarh Al Sunnah 15/21-22, lafadz hadits ini milik Al Baghawi).

Jika dikatakan dalam hadits ini terdapat celaan terhadap popularitas. Popularitas mana yang lebih besar daripada popularitas para nabi dan para imam agama (ulama)?!

Menurut pendapat saya, yang dicela adalah ketika seorang hamba mencari popularitas. Adapun mendapatkan popularitas karena Allah tanpa memintanyadari manusia, hal tersebut adalah karunia Allah yang diberikanNya kepada setiap hambaNya yang dia kehendaki. Allah adalah Dzat yang memiliki keutamaan yang Agung.

Jelas bahwa adanya riya’ menjadi fitnah bagi orang yang lemah. Perumpaan bagi orang yang lemah adalah seperti orang yang tenggelam di pantai, dan para pekerja pantai. Jika ia bergantung pada seseorang yang tenggelam maka ia akan menenggelamkannya. Adapun pekerja pantai yang waspada, maka kebergantungan orang yang tenggelam merupakan sebab kesuksesan dan keselamatan mereka.

7. Tidak Berlebihan Dalam Mencela dan Memuji Orang

Banyak orang yang hancur karena khawatir akan pujian manusia, senang akan pujiannya. Sehingga aktifitas, dan diamnya itu menyesuaikan dengan keridhaan manusia, yang mengharap pujian atau menghindari celaan.

Oleh karenanya, lihatlah karakteristik sesuatu yang karenanya engkau dipuji. Kalau itu sesuatu yang menguntungkan seperti ilmu dan wira’I, maka takutlah kamu pada akhirnya. Karena kekhawatiran dari hal itu akan melenakanmu dari kebahagiaan terhadap pujian. Jika kamu dengan mengharapkan akhir yang baik, maka kesenanganmu adalah karunia Allah atas dirimu, bukan karena pujian manusia kepadamu.

Jika pujian bukan hal yang tidak tepat untuk menjadikan manusia bahagia, seperti pangkat dan harta, maka ketahuilah bahwa akibatnya adalah kehilangannya. Itu adalah hal yang sifatnya duniawiyah. Dunia itu fana’ (rusak). Yang merasa sengan karena hal hal yang akan rusak adalah orang yang akalnya kerdil, dan jiwanya lemah. Barangsiapa yang sengan dengan sesuatu yang bukan miliknya, maka ini adalah puncak kegilaan.

Allah S.W.T berfirman,
“Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” (Yunus : 58).

Demikian pula, lihatlah orang yang mencelamu. Kalau ia benar benar bertujuan ingin menasehatimu maka seyogyanya engkau mengikutinya. Jangan marah. Karena ia telah menunjukkan kekuranganmu. Kalau tujuannya selain itu, maka semoga ketenangan ada pada jiwanya, dan ambillah manfaat dari ucapannya. Ia akan memberitahukanmu tentang sesuatu yang belum kamu ketahui dan mengingatkanmu dari kesalahan yang kamu lupa. Jika ia berlebih lebihan, padahal itu tidak kamu lakukan, maka sebaiknya kamu pikirkan tiga hal berikut,
Pertama, jika kamu memang tidak melakukan keburukan itu, maka kamu tidak akan melakukan yang serupanya. Manusia itu tempat kesalahan. Keburukan yang Allah sembunyikan dari kamu lebih banyak, maka ingatlah nikmat Allah kepadamu. Jika ini tidak dapat menghentikan orang yang berlebih lebihan tersebut, dan mendorong untuk melakukannya maka katakanlah bahwa kamu tidak melakukan hal itu.
Kedua, ucapan yang berlebih lebihan itu akan menutupi dosa dosamu jika kamu mau bersabar semata karena Allah.
Ketiga, orang bodoh ini tidak melanggar agamanya, menyebabkan kemurkaan Allah dan kemarahannya. Seperti dikatakan Allah S.W.T,

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang shaleh, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai; kekal mereka di dalamnya; mereka di dalamnya mempunyai isteri-isteri yang Suci, dan Kami masukkan mereka ke tempat yang teduh lagi nyaman” (An Nisaa : 57).

Allah telah membuat suatu janji yang benar. Dan siapakah yang lebih benar perkataannya daripada Allah? Jadilah kamu lebih baik dari orang itu. Maafkanlah ia, berdamailah dan mintakanlah ampunan Allah untuknya. Bukankah kamu suka jika Allah merahmati dan mencukupimu?

8. Berdoa

Kita mengetahui bahwa Rasulullah S.A.W mendoakan agar kita terhindar dari syirik besar dan syirik kecil, yaitu riya’. Diriwayatkan oleh Abi Ali, seorang laki laki dari Bani Kahil, berkata,”Abu Musa Al Asy’ari berkhutbah di hadapan kita, dan berkata,”Wahai manusia takutlah kamu kepada syirik ini. Karena ia lebih halus dari rambatan semut”. Kemudian Abdullah bin Hazn dan Qis bin Al Madharib berdiri dan berkata,”Demi Allah, sungguh kami tidak setuju dengan yang kau katakana atau kamu datangkan Amr, baik kami diizinkan atau tidak diberi izin.” Abu Musa berkata,”Bahkan aku tidak setuju dengan kamu. Pada suatu hari Rasulullah S.A.W pernah berkhutbah kepada kami, dan mengatakan,”Wahai manusia! Takutlah kamu kepada syirik. Karena sesungguhnya ia lebih halus dari rambatan semut”. Maka berkatalah orang yang dikehendaki Allah untuk berkata,”Bagaimana mengidentifikasinya, padahal ia lebih halus dari rambatan seekor semut, wahai Rasulullah?!” Rasulullah menjawab, “Berdoalah : Sesungguhnya kami berlindung kepadaMu dari menyekutukanMu dengan sesuatu yang kami ketahui, dan aku bermohon ampun kepadaMu dari sesuatu yang tidak kami ketahui.” (Hadits diriwayatkan oleh Imam Ahmad 4/403, dan perawi lainnya isnad hadits ini tsiqat, kecuali Abu ‘Ali yang disebut terakhir ini tidak ditsiqatkan, kecuali oleh Ibnu Hibban. Hadits ini memiliki syahid dari hadits Abu Bakar Shidiq R.A yang mempunyai dua jalur, pertama dari jalur Laist bin Abi Salim, dari Abi Muhammad dari Hazifah dari Abi ‘Ali. Hadits ini diriwayatkan Abu Ya’la dalam kitabnya Musnad Abu Bakar 17, Ibnu Sunniy dalam Kitab Amal Al Yaum wa Al Lailah 287. Menurut saya, ini isnad yang lemah. Karena Laist Mudallas Mukhtalis. Jalur kedua dari jalur Yahya Ibnu Katsir, dari Sufyan Al Tsauri, dari Ismail bin Abi Khalid, dari Qais bin Abi Hadzim, dari Abi ‘Ali. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Hilyah 7/112, dan berkata,”Hadits ini hanya ditemukan dari Al Tsauri Yahya Ibnu Katsir. Menurut saya : hadits ini lemah/dha’if).

9. Berteman Dengan Orang Ikhlas dan Bertaqwa

Orang yang ikhlas tidak akan menghilangkan keikhlasannya kepadamu sedikitpun. Orang yang riya’ adakalanya akan menyebabkan kamu terjerumus dalam kehancuran, atau kamu akan mencium aroma riya’ yang sangat busuk yang akan semakin mendorong dan memotivasi dirimu untuk melakukan riya’ dan suka kepada orang yang riya’.

10. Mengetahui Faktor Faktor Yang Menyebabkan Riya’

Semoga Allah mengaruniakan kebaikan (surga) dan tambahan (perjumpaan denganNya) kepada kita. Ketahuilah wahai Muslim! Wahai hamba Allah! Allah telah mengajarkan kepada kami juga kamu hal ini adalah sejumlah bahaya riya’. Jadilah kamu orang yang selalu mewaspadainya. Instropeksilah dirimu. Sesungguhnya riya’ itu lebih halus dari bulu pada seekor semut.

Seorang hamba hendaknya tidak berputus asa untuk berusaha selalu bersikap ikhlas, karena ia telah pesimis dan beranggapan bahwa sikap ikhlas itu tidak dapat dilakukannya; hanya orang orang yang kuat saja yang dapat melakukannya. Kemudian ia tidak berusaha untuk melakukan usaha apapun untuk mendapatkan keikhlasan.

Ya Allah, janganlah Engkau sesakkan hati kami setelah Engkau beri hidayah. Janganlah Engkau buat kami merusak diri kami. Tetapkanlah kami pada agamaMu.

Maha Suci Allah dengan segala pujianNya. Maha Suci Engkau ya Allah dengan segala pujiMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan kecuali Engkau. Aku memohon ampunan kepadaMu dan aku bertaubat kepadaMu.

Tinggalkan komentar