Agar Aku Bertemu Dengan Suatu Hari Yang Aku Bertaubat Di Dalamnya

Telah duduk bersama, tiga ulama, ahli ibadah dan ahli zuhud. Mereka adalah Sufyan Ats Tsaury, Yusuf bin Asbath dan Wuhaib bin Al Warad.

Ats Tsauri berkata :”Saya tidak suka jika mati mendadak sebelum hari ini, akan tetapi hari ini aku mengharapkan kematian.”

Yusuf :”Mengapa (anda berangan-angan jika kematian datang hari ini?”
Ats Tsauri :”Karena aku takut fitnah!”

Yusuf :”Akan tetapi saya tidak membenci jika masih diberi hidup lama.”
Ats Tsauri :”Mengapa engkau membenci kematian?”

Yusuf : “Agar aku dapat bertemu dengan suatu yang aku bertaubat di dalamnya dan beamal shalih. Bagaimana menurut pendapatmu wahai Wuhaib?”

Wuhaib :”Saya tidak memilih ini dan itu, apa yang aku suka adalah apa yang disukai oleh Allah Subhanahu Wata’aala!”

*******

Adapun Sufyan Ats Tsaury, beliau takut jika dirinya terjebak oleh fitnah zaman dan tipu daya syetan. Beliau melihat adanya perubahan dalam perilaku masyarakat, telha terjadi perbedaan antara manhaj salaf dengan manhaj khalaf, sehingga beliau lebih suka jika kematian datang daripada hidup (dalam keadaan terkena fitnah). Hal ini sebagaimana yang dikatakan oleh Nabi Yusuf ‘Alaihissalam di dalam Al Kitab Al Aziz :

“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih.” (Yusuf :101).

Telah diriwayatkan hal itu oleh Imam Al Bukhari Rahimahullah tatkala beliau berdoa agar Allah mencabut nyawanya lantaran beliau khawatir bila terkena fitnah dan hawa nafsu.

Hal itu tidaklah berarti putus asa, bukan pula karena adanya kemadharatan yang menimpa mereka lalu merasa tidak kuat memikulnya, akan tetapi waspada terhadap datangnya fitnah yang datang langsana saat malam yang gelap gulita.

Akan tetapi Yusuf bin Asbath memiliki sikap yang lain. Beliau secara terang-terangan mengatakan bahwa tidak membenci jika diberi umur yang panjang dan Ats Tsauri memahami maksud pernyataan Yusuf, bahwa hal itu berarti Yusuf membenci kematian dan berangan-angan jika dia masih hidup lama. Maka beliaupun menanyakan sebabnya. Sebagai jawabannya, menurut Yusuf, umur yang panjang berarti kesempatan untuk mengganti apa-apa yang telah dia tinggalkan dan kesempatan untuk melipatgandakan amal shalihnya, sehingga hidup di dunia baginya adalah tempat untuk beramal dan bersabar, maka mengapakah tergesa-gesa untuk pergi (dari dunia) sedangkan dia masih mendapatkan hari dimana dia mendapatkan kesempatan untuk mengangkat derajatnya di akhirat?.

Adapun Wuhaib bin Al Warad tidak menetapkan pilihan atas dirinya (kapan dia akan mati) beliau katakan bahwa apa yang dipilihnya oleh Allah Subhanahu Wata’aala bagi manusia adalah lebih baik dari pilihan manusia atas dirinya sendiri.

Maka, sesuatu yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu Wata’aala adalah sesuatu yang beliau cintai pula. Dengan sikap ini, maka hati seorang mukmin dipenuhi dengan rasa ridha, bahagia dan aman. Dia melihat kehidupan serba indah, tiada rasa takut dan rasa khawatir, tidak sedih dan tidak gelisah, karena dia ridha dengan apa yang diridhai oleh Allah Adapun Wuhaib bin Al Warad tidak menetapkan pilihan atas dirinya (kapan dia akan mati) beliau katakan bahwa apa yang dipilihnya oleh Allah Subhanahu Wata’aala bagi manusia adalah lebih baik dari pilihan manusia atas dirinya sendiri.

Maka, sesuatu yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu Wata’aala adalah sesuatu yang beliau cintai pula. Dengan sikap ini, maka hati seorang mukmin dipenuhi dengan rasa ridha, bahagia dan aman. Dia melihat kehidupan serba indah, tiada rasa takut dan rasa khawatir, tidak sedih dan tidak gelisah, karena dia ridha dengan apa yang diridhai oleh AllahAdapun Wuhaib bin Al Warad tidak menetapkan pilihan atas dirinya (kapan dia akan mati) beliau katakan bahwa apa yang dipilihnya oleh Allah Subhanahu Wata’aala bagi manusia adalah lebih baik dari pilihan manusia atas dirinya sendiri.

Maka, sesuatu yang paling dicintai oleh Allah Subhanahu Wata’aala adalah sesuatu yang beliau cintai pula. Dengan sikap ini, maka hati seorang mukmin dipenuhi dengan rasa ridha, bahagia dan aman. Dia melihat kehidupan serba indah, tiada rasa takut dan rasa khawatir, tidak sedih dan tidak gelisah, karena dia ridha dengan apa yang diridhai oleh Allah Subhanahu Wata’aala.

Tiga sikap, namun yang paling rajih adalah sikap yang terakhir, karena dia ridha dan yakin akan rahmat Allah Subhanahu Wata’aala, sekalipun sikap kedua lebih rajih dari dikap yang pertama, karena di dalamnya ada angan-angan, cita-cita dan berharap untuk mendapatkan kebaikan dalam hidupnya. Dan karena sikap kedua merealisasikan hadits yang mulia yang mana Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda :

“Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena adanya kemudharatan yang menimpanya”.

dan lagi sabda Nabi :

“Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati, jika dia dalam keadaan berbuat baik ia dapat menambah kebaikannya dan jika dia masih berbuat jahat ia dapat bersegera untuk taubat.”

Jika Ats Tsaury takut terhadap dirinya kalau-kalau akan terjebak kepada fitnah, padahal beliau hidup pada generasi yang utama, lantas apa yang bisa dikatakan seorang muslim hari ini, sedangkan hidup di zaman sekarang yang penuh sesak dengan fitnah dan hawa nafsu, badai kegoncangan dan kebinasaan meliputi di manapun ia berada? Akan tetapi iman dan yakin adalah cita-cita dan harapan.

2 Responses to Agar Aku Bertemu Dengan Suatu Hari Yang Aku Bertaubat Di Dalamnya

  1. khalish berkata:

    hmmmmmmmmmmm

  2. khalish berkata:

    langganan y…. =D

Tinggalkan komentar